Nenek, sakitmu kini tlah hilang
Ujianmu talh berlalu
pedihmu tlah sembuh
Ke hadirat pangkuan ilahi kau kutitipkan
Berat sungguh aku melepasmu nenekku yang cantik
engkau monumen gambaran cinta seorang istri
engkau prasasti kasih seorang ibu
dan engkau arca pengharapan penuh sayang seorang nenek
Masih kuingat kau meminta film Korea
temanya harus drama percintaan dengan akhiran bahagia
demikianlah kau selalu menginginkan kebahagiaan di setiap cerita
dan kau kembali ke hadirat ilahi dengan rasa bahagia pula
Masih kuingat setiap kali kau meminta aku memijat kakimu
Dari sejak kaki itu masih kencang sampai ketika maut hampir menjemputmu
kaki itu penuh cekungan saat kupijat
terkadang aku merasa terlalu lelah memijatmu
namun jika kutahu kau akan pergi secepat ini
akan kupijat kakimu hingga kau tertidur setiap hari
Masih kuingat saat kau meminta aku mengukur tekanan darahmu
terkadang aku terlalu lelah sehabis bekerja
Namun jika kutahu kau berpulang secepat ini
maka aku akan selalu melakukannya di kala pagi sore dan malam hari
Saat terakhir kulihat kau bernafas wahai nenekku
kau meminta aku memijat kakimu
kupijat kaki itu
saat itu juga kau meminta aku mengukur tekanan darahmu
namun aku tak membawa spigmo dan stetoskopku
kau berkata, “mana stetoskopnya Dhik? Nenek pingin di tensi”
Aku berkata, aku tak membawanya
Aku berharap masih ada saat aku dapat mengukur tekanan darahmu
Namun darah dalam tubuhmu kini tak lagi mengalir
Nenek, masih banyak yang ingin kutunjukkan padamu
aku ingin kau melihat cucumu menjadi manusia yang berguna
manusia yang dapat memberi ketenangan
hingga orang-orang dengan keadaan yang sama sepertimu dapat beristirahat
dan tersenyum hingga akhir
Namun Nenek, aku akan simpan segala harapanmu itu
kembalilah kepada Tuhan pemilik segala jagat
